Selasa, 26 April 2016

TRILOGI INTERAKSI MANUSIA DENGAN AL-QURAN


Kota Makkah dahulunya dihuni oleh sekumpulan masyarakat yang memunyai kemampuan lebih dalam bidang sastra. Ini dibuktikan dengan seringnya diadakan perlombaan di bidang syair. Dan setiap syair yang ditetapkan sebagai pemenang akan ditempelkan di dinding Ka’bah. Di balik kelebihan yang mereka miliki, sejarah juga mencatat bahwa sederet perilaku menyimpang juga menjadi kebiasaan yang sudah mengakar. Sehingga sangat sulit bagi mereka untuk meninggalkan kebiasaan tersebut.
Perilaku menyimpang yang dimaksud disini bukan hanya meyimpang dalam kacamata syariat Islam, akan tetapi menyimpang dari fitrah manusia itu sendiri. Sebut saja membunuh setiap anak perempuan yang baru dilahirkan ke atas dunia. Menghilangkan nyawa merupakan satu perbuatan yang sangat tidak manusiawi, satu perilaku yang sudah merobohkan sisi kemanusiaan manusia itu sendiri. 
Agama Islam datang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw ke tengah masyarakat yang notabenenya terkemuka dalam bidang kecerdasan intelektual namun mereka terbelakang dalam bidang spiritual.
Dengan bimbingan wahyu, Rasulullah Saw. mampu merobah cara pola pikir masyarakat Makkah menjadi sekelompok yang sangat mengedepankan sisi kemanusiaannya. Dan ini tentunya tidak dapat dilepaskan bahwa yang mengambil peranan besar dalam proses perobahan masyarakat Makkah ini adalah al-Quran.
Seiring berjalannya waktu, kegersangan spiritual ini kembali menyelimuti hati kaum muslimin. Perilaku-perilaku jahiliyah kembali terulang dewasa ini, tidak sedikit media masa dan media sosial mengabarkan bentuk kekerasan terjadi di lingkungan sekitar. Bahkan yang paling memilukan adalah berita pembunuhan dan penganiayaan yang dilakukan oleh orang terdekat. Kenapa hal ini bisa terjadi? Siapa yang patut dipersalahkan dengan semakin beringasnya perangai manusia dewasa ini?
Secara psikologi, bentuk kejahatan dan kekerasan yang muncul diawali dari ketidaktenangan jiwa. Dan dalam al-Quran disebutkan “Dan siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (Al-Quran) maka sesungguhnya bagi mereka kehidupan yang sempit”  (QS. Thaha;124) dari keterangan ayat di atas maka yang menjadi persoalan pertama adalah mulainya segelintir masyarakat berpaling dari ajaran dan aturan Islam. Salah satu bentuk mulainya berpalingnya segelintir masyarakat ini ialah tidak lagi menjadikan al-Quran sebagai bacaan harian.
Ada tiga point pola interaksi manusia dengan al-Quran. Dr. Muchlis Hanafi (alumnus program doctor Universitas al-Azhar Kairo, Mesir) menyebutnya dengan Trilogi interaksi manusia dengan al-Quran. Pertama, qira’atan, hifzan, wa istima’an. Membaca, menghafal, dan mendengar bacaan al-Quran merupakan bentuk interaksi manusia yang pertama dengan al-Quran. Ulama tafsir mengemukakan bahwa salah satu sebab al-Quran ini dinamakan dengan al-Quran karena ia merupakan kalam Allah yang sering dibaca. Dan lebih jauh dari itu, tersirat dan tersurat juga dalam al-Quran surah al-Alaq; 1-5 sebagai wahyu yang pertama perintah untuk membaca. Membaca kalam Allah dan membaca segala hal yang tentunya dapat memberikan nilai lebih bagi pelakonnya.
Menghafal al-Quran merupakan bentuk lanjutan dan sebagai bukti serius seseorang ingin berinteraksi dengan al-Quran. Menghafal al-Quran adalah satu pola penjagaan umat Islam terhadap al-Quran. Pada masa turunnya al-Quran kepada Nabi Muhammad, menghafal sudah menjadi satu usaha yang disenangi para sahabat. Dalam kajian al-Quran juga disebutkan bahwa bentuk pemeliharaan dan penjagaan umat Islam terhadap al-Quran ada dua metode. Pertama menjaga al-Quran dengan cara menulisnya di media yang sesuai menurut zamannya. Pada zaman shahabat, setiap wahyu yang turun dicatat di tulang-belulang, kulit unta, dan lain sebagainya. Sekarang ditulis di media kertas, dan bahkan juga ditulis dalam bentuk aplikasi. Metode yang pertama ini dikenal dengan hifz al-Quran fi suthur (menjaga al-Quran dalam bentuk tulisan).
Metode yang kedua diistilahkan dengan hifz al-Quran fi shudur (menjaga/menghafal al-Quran di dada). Kedua metode telah berlangsung belasan abad yang silam. Dimulai semenjak turunnya wahyu yang pertama. Kedua metode ini saling menguatkan, sehingga segala bentuk syubuhat yang mengatakan bahwa al-Quran sekarang tidak murni/bercampur dengan perkataan Nabi Muhammad, tentu dapat dibantah dengan mendalami ilmu hifz al-Quran ini.
Kedua, interaksi  dengan al-Quran dalam bentuk, fahman wa tafsiran. Pola interaksi yang kedua merupakan tingkat yang lebih serius lagi. Level lanjutan dari tingkat yang pertama. Tentu bagi yang mulai memasuki tingkat ini, bentuk interaksi yang pertama tidak lagi menjadi soalan. Adapaun tidak menjadi soalan disini bukan berarti sebelum terjun ke ranah memahami al-Quran harus hafizh al-Quran. Dan ini tentunya menjadi nilai plus dan sangat memudahkan dalam memahami al-Quran jikalau sudah hafizh al-Quran. Adapun maksud tidak menjadi soalan disini adalah mereka telah memberikan waktu khusus untuk qiraah wa hifzan.
Kalau dilihat realita yang terjadi, umat muslim Indonesia baru berada pada tataran yang pertama, dalam artian baru menjadikan al-Quran sebagai bacaan harian, belum naik ke tingkat ke dua. Di sini diharapkan lembaga kampus ISQ dapat mewakili dan menjawab tantangan zaman kedepannya.
Pola interaksi dengan al-Quran yang ketiga dalam bentuk ittiba’an wa ‘amalan wa da’watan, setelah memahami pesan yang termuat dalam al-Quran mulai naik level lagi pada tataran mengaplikasikan segenap tuntunan ajaran al-Quran. ketiga pola ini bukan berarti semuanya harus runut. Masing-masing individu diberikan kelebihan waktu dan cara dalam berinteraksi dengan al-Quran. semakin banyak interaksi seseorang dengan al-Quran tentu akan semakin banyak kebaikan dan pahala yang dapat dikumpulkannya.
Melihat fenomena yang terjadi dewasa ini, tindak kekerasan remaja, perilaku menyimpang dari sebagian kalangan pemuda, dan bentuk amoral lainnya dapat dicegah dengan mengisi kekosongan jiwa dengan lantunan ayat-ayat-Nya. Metode ini telah berhasil dilakukan oleh hamba pilihan Allah, dan juga mendapat pengakuan dari kalangan orientalis, bahwa Rasulullah adalah agen perubahan yang paling berhasil di muka bumi ini. Keberhasilan kepemimpinan Muhammad Saw. ini masih dapat dinikmati sampai sekarang ini. Dan ini tentu tidak dapat dilepaskan dari tuntunan wahyu yang senantiasa memimbing dan menjadi pedoman beliau dalam bertindak. Semoga, dibukakan hati kita untuk senantiasa beriteraksi dengan ayat-ayat Allah Swt..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar