Kota Makkah dahulunya dihuni oleh sekumpulan masyarakat yang memunyai kemampuan lebih dalam bidang sastra. Ini dibuktikan dengan seringnya diadakan perlombaan di bidang syair. Dan setiap syair yang ditetapkan sebagai pemenang akan ditempelkan di dinding Ka’bah. Di balik kelebihan yang mereka miliki, sejarah juga mencatat bahwa sederet perilaku menyimpang juga menjadi kebiasaan yang sudah mengakar. Sehingga sangat sulit bagi mereka untuk meninggalkan kebiasaan tersebut.
Perilaku
menyimpang yang dimaksud disini bukan hanya meyimpang dalam kacamata syariat
Islam, akan tetapi menyimpang dari fitrah manusia itu sendiri. Sebut saja
membunuh setiap anak perempuan yang baru dilahirkan ke atas dunia.
Menghilangkan nyawa merupakan satu perbuatan yang sangat tidak manusiawi, satu perilaku
yang sudah merobohkan sisi kemanusiaan manusia itu sendiri.
Agama
Islam datang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw ke tengah masyarakat yang notabenenya
terkemuka dalam bidang kecerdasan intelektual namun mereka terbelakang dalam
bidang spiritual.
Dengan bimbingan wahyu, Rasulullah Saw. mampu merobah cara pola pikir masyarakat Makkah menjadi sekelompok yang sangat mengedepankan sisi kemanusiaannya. Dan ini tentunya tidak dapat dilepaskan bahwa yang mengambil peranan besar dalam proses perobahan masyarakat Makkah ini adalah al-Quran.
Dengan bimbingan wahyu, Rasulullah Saw. mampu merobah cara pola pikir masyarakat Makkah menjadi sekelompok yang sangat mengedepankan sisi kemanusiaannya. Dan ini tentunya tidak dapat dilepaskan bahwa yang mengambil peranan besar dalam proses perobahan masyarakat Makkah ini adalah al-Quran.
Seiring
berjalannya waktu, kegersangan spiritual ini kembali menyelimuti hati kaum
muslimin. Perilaku-perilaku jahiliyah kembali terulang dewasa ini, tidak
sedikit media masa dan media sosial mengabarkan bentuk kekerasan terjadi di
lingkungan sekitar. Bahkan yang paling memilukan adalah berita pembunuhan dan
penganiayaan yang dilakukan oleh orang terdekat. Kenapa hal ini bisa terjadi?
Siapa yang patut dipersalahkan dengan semakin beringasnya perangai manusia
dewasa ini?
Secara
psikologi, bentuk kejahatan dan kekerasan yang muncul diawali dari
ketidaktenangan jiwa. Dan dalam al-Quran disebutkan “Dan siapa saja yang
berpaling dari peringatan-Ku (Al-Quran) maka sesungguhnya bagi mereka kehidupan
yang sempit” (QS. Thaha;124) dari
keterangan ayat di atas maka yang menjadi persoalan pertama adalah mulainya
segelintir masyarakat berpaling dari ajaran dan aturan Islam. Salah satu bentuk
mulainya berpalingnya segelintir masyarakat ini ialah tidak lagi menjadikan
al-Quran sebagai bacaan harian.
Ada
tiga point pola interaksi manusia dengan al-Quran. Dr. Muchlis Hanafi (alumnus
program doctor Universitas al-Azhar Kairo, Mesir) menyebutnya dengan Trilogi
interaksi manusia dengan al-Quran. Pertama, qira’atan, hifzan, wa istima’an. Membaca,
menghafal, dan mendengar bacaan al-Quran merupakan bentuk interaksi manusia
yang pertama dengan al-Quran. Ulama tafsir mengemukakan bahwa salah satu sebab
al-Quran ini dinamakan dengan al-Quran karena ia merupakan kalam Allah yang
sering dibaca. Dan lebih jauh dari itu, tersirat dan tersurat juga dalam
al-Quran surah al-Alaq; 1-5 sebagai wahyu yang pertama perintah untuk membaca. Membaca
kalam Allah dan membaca segala hal yang tentunya dapat memberikan nilai lebih
bagi pelakonnya.
Menghafal
al-Quran merupakan bentuk lanjutan dan sebagai bukti serius seseorang ingin
berinteraksi dengan al-Quran. Menghafal al-Quran adalah satu pola penjagaan
umat Islam terhadap al-Quran. Pada masa turunnya al-Quran kepada Nabi Muhammad,
menghafal sudah menjadi satu usaha yang disenangi para sahabat. Dalam kajian
al-Quran juga disebutkan bahwa bentuk pemeliharaan dan penjagaan umat Islam
terhadap al-Quran ada dua metode. Pertama menjaga al-Quran dengan cara
menulisnya di media yang sesuai menurut zamannya. Pada zaman shahabat, setiap
wahyu yang turun dicatat di tulang-belulang, kulit unta, dan lain sebagainya.
Sekarang ditulis di media kertas, dan bahkan juga ditulis dalam bentuk
aplikasi. Metode yang pertama ini dikenal dengan hifz al-Quran fi suthur (menjaga
al-Quran dalam bentuk tulisan).
Metode
yang kedua diistilahkan dengan hifz al-Quran fi shudur
(menjaga/menghafal al-Quran di dada). Kedua metode telah berlangsung belasan
abad yang silam. Dimulai semenjak turunnya wahyu yang pertama. Kedua metode ini
saling menguatkan, sehingga segala bentuk syubuhat yang mengatakan bahwa
al-Quran sekarang tidak murni/bercampur dengan perkataan Nabi Muhammad, tentu
dapat dibantah dengan mendalami ilmu hifz al-Quran ini.
Kedua,
interaksi dengan
al-Quran dalam bentuk, fahman wa tafsiran. Pola
interaksi yang kedua merupakan tingkat yang lebih serius lagi. Level lanjutan
dari tingkat yang pertama. Tentu bagi yang mulai memasuki tingkat ini, bentuk
interaksi yang pertama tidak lagi menjadi soalan. Adapaun tidak menjadi soalan
disini bukan berarti sebelum terjun ke ranah memahami al-Quran harus hafizh
al-Quran. Dan ini tentunya menjadi nilai plus dan sangat memudahkan
dalam memahami al-Quran jikalau sudah hafizh al-Quran. Adapun maksud tidak
menjadi soalan disini adalah mereka telah memberikan waktu khusus untuk qiraah
wa hifzan.
Kalau
dilihat realita yang terjadi, umat muslim Indonesia baru berada pada tataran
yang pertama, dalam artian baru menjadikan al-Quran sebagai bacaan harian,
belum naik ke tingkat ke dua. Di sini diharapkan lembaga kampus ISQ dapat
mewakili dan menjawab tantangan zaman kedepannya.
Pola
interaksi dengan al-Quran yang ketiga dalam bentuk ittiba’an wa ‘amalan wa da’watan, setelah
memahami pesan yang termuat dalam al-Quran mulai naik level lagi pada tataran mengaplikasikan
segenap tuntunan ajaran al-Quran. ketiga pola ini bukan berarti semuanya harus
runut. Masing-masing individu diberikan kelebihan waktu dan cara dalam berinteraksi
dengan al-Quran. semakin banyak interaksi seseorang dengan al-Quran tentu akan
semakin banyak kebaikan dan pahala yang dapat dikumpulkannya.
Melihat
fenomena yang terjadi dewasa ini, tindak kekerasan remaja, perilaku menyimpang
dari sebagian kalangan pemuda, dan bentuk amoral lainnya dapat dicegah dengan
mengisi kekosongan jiwa dengan lantunan ayat-ayat-Nya. Metode ini telah
berhasil dilakukan oleh hamba pilihan Allah, dan juga mendapat pengakuan dari
kalangan orientalis, bahwa Rasulullah adalah agen perubahan yang paling
berhasil di muka bumi ini. Keberhasilan kepemimpinan Muhammad Saw. ini masih
dapat dinikmati sampai sekarang ini. Dan ini tentu tidak dapat dilepaskan dari
tuntunan wahyu yang senantiasa memimbing dan menjadi pedoman beliau dalam
bertindak. Semoga, dibukakan hati kita untuk senantiasa beriteraksi dengan
ayat-ayat Allah Swt..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar